Angklung Buhun
Angklung buhun
adalah alat musik tradisional khas Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Dinamakan
buhun karena kesenian ini lahir bersamaan dengan hadirnya masyarakat Baduy.
Buhun berarti tua, kuno (baheula ). Angklung buhun adalah angklung tua yang
menjadi kesenian pusaka masyarakat Baduy. Kesenian ini dianggap memiliki nilai
magis (kekuaan gaib) dan sakral. Selain itu kesenian ini juga punya arti
penting sebagai penyambung amanat untuk mempertahankan generasi masyarakat
Baduy.
Angklung Gubrag
Angklung Gubrag
Merupakan salah satu kesenian tradisional yang sudah langka, namun masyarakat
Desa Kemuning, Kecamatan Kresek – Kabupaten Tangerang masih melestarikan
kesenian Angklung Gubrag pada acara khitanan, perkimpoian dan selamatan
kehamilan. Pada masa lalu kesenian Angklung Gubrag dilaksanakan pada saat
ritual penanaman padi dengan maksud agar hasil panen berlimpah. Instrumen yang
digunakan 6 buah angklung menggunakan bambu hitam, masing-masing memiliki nama:
bibit, anak bibit, engklok 1, engklok 2, gonjing dan panembal, dilengkapi
dengan terompet kendang pencak dan seruling. Di atas angklung dikaitkan pita
yang berasal dari kembang wiru, menurut kepercayaan kembang wiru dan air yang
berasal dari angklung dipercaya dapat menjadi obat dan penyubur tanaman. Semua
pemain berdiri tidak menari kecuali penabuh dogdog lojor menabuh sambil ngibing
diiringi beberapa penari perempuan dengan kostum kebaya dan kain.
Bendrong Lesung
Bendrong Lesung
merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Cilegon-Banten, yang
tumbuh dan berkembang secara turun temurun di masyarakat hingga saat ini.
Awalnya kesenian ini merupakan tradisi masyarakat setempat dalammenyambut Panen
Raya. Tujuannya untuk mengungkapkan kebahagiaan atas jerih payah yang
dilakukan, dan yang telah membuahkan hasil.
Dalam perkembangannya, Bendrong Lesung tidak hanya ditampulkan pada penyambutan Panen Raya, tetapi ditampilkan juga pada acara-acara pesta perkimpoian atau upacara peresmian. Bendrong Lesung memadukan musik Lesung atau Lisung (tempat menumbuk padi) dengan musik lainnya yang dimainkan oleh beberapa orang.
Dalam perkembangannya, Bendrong Lesung tidak hanya ditampulkan pada penyambutan Panen Raya, tetapi ditampilkan juga pada acara-acara pesta perkimpoian atau upacara peresmian. Bendrong Lesung memadukan musik Lesung atau Lisung (tempat menumbuk padi) dengan musik lainnya yang dimainkan oleh beberapa orang.
Debus
Debus adalah
seni pertunjukan yang memperlihatkan permainan kekebalan tubuh terhadap
pukulan, tusukan, dan tebasan benda tajam. Dalam pertunjukanya, debus banyak
menampilkan aktraksi kekebalan tubuh sesuai dengan keinginan pemainnya. Pada
masa pemerintahan sultan ageng tirtayasa sekitar abad ke-17 ( 1651-1652), debus
difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan semangat para pejuang dalam melawan
penjajah. Pada perkembangan selanjutnya, debus menjadi salah satu bagian ragam seni
budaya masyarakat banten sehingga kesenian ini banyak digemari oleh masyarakat
sebagai hiburan yang langka dan menarik di banten, permainan debus berkembang
di kabupaten lebak, pandeglang, kota cilegon dan kota serang.
Dogdog Lojor
Dogdog merupakan
alat musik yang terbuat dari batang kayu bulat, tengahnya diberi rongga, namun
kedua ujung ruasnya mempunyai bulatan diameter yang berbeda (± 12 – 15 cm)
dengan panjang ± 90 cm. Pada ujung bulatan yang paling besar ditutup dengan
kulit kambing yang telah dikeringkan dan diikat dengan bambu melingkar yang
dipaseuk/baji untuk menyetel suara atau bunyi. Suara yang dihasilkan akan
berbunyi dog dog dog (dalam telinga orang Sunda). Oleh karena itu alat ini diberi
nama Dog Dog. Sedangkan kata lojor berarti lonjong atau lodor yang sepadan
dengan kata panjang. Jadi Dogdog Lojor sama artinya dengan Dogdog Panjang.
Kesenian ini berkembang di Banten bagian Selatan Kabupaten Lebak, dengan pemain
berjumlah 12 orang. Pada awalnya pertunjukan seni Dogdog Lojor ini, dilakukan
sebagai pelengkap dalam rangka pelaksanaan upacara adat seperti Seren Taun,
sedekah bumi ataupun ruwatan. Oleh karena itu, pertunjukan Dogdog Lojor
dilaksanakan secara khidmat. Sejalan dengan perkembangan zaman, pertunjukan
Dogdog Lojor dilakukan dengan penuh kegembiraan sehingga berkembang menjadi
seni pertunjukan hiburan dan permainan rakyat.
Dzikir Saman
Seni Saman atau
disebut juga Dzikir Maulud yaitu kesenian tradisional rakyat Banten khususnya
di Kabupaten Pandeglang yang menggunakan media gerak dan lagu (vokal) dan
syair-syair yang dilantunkan mengagungkan Asma Allah dan pujian kepada Nabi
Muhammad SAW. berdasarkan literatur disebut Dzikir Saman karena berkaitan arti
Saman yaitu Delapan dan dicetuskan pertama kali oleh Syech Saman dari Aceh.
Tari Saman berasal dari Kesultanan Banten yang dibawa para ulama pada abad 18
sebagai upacara keagamaan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW
pada bulan Maulud, namun dalam perkembangan selanjutnya dapat pula dilakukan
pada upacara selametan khitanan, pernikahan atau selametan rumah. pemain seni
Dzikir Saman berjumlah antara 26 sampai dengan 46 orang. 2 sampai 4 orang
sebagai vokalis yang membacakan syair-syair Kitab.
Kesenian Buaya Putih
Kesenian
tradisional yang berkembang di kampung curugdahu desa kadubeureum kecamatan
padarincang kabupatne serang, iringan ngarak buaya putih biasanya dilakukan
dalam kegiatan mengirimkan bahan-bahan keperluan hajatan yang menjadi ciri khas
daerah setempat, dimana keperluan hajatan ditata sedemikian rupa pada sebatang
pohon bambu yang dibentuk rangka mirip seekor buaya, dengan panjang mencapai 8
sampai 10 meter, dengan dihiasi janur kelapa. Buaya putih dimainkan secara
keseluruhan oleh 40 orang, dimana 4 orang pemain laki-laki yang bertugas
memegang umbul-umbul sebagai pembatas barisan, 2 orang bagian paling depan dan
2 orang lagi sebagai pemegang spanduk, 1 orang sebagai penarik penonton, di
belakang 10 orang sebagai penari mojang desa, berdiri sepasang pengantin yang
diapit kedua orang tua yang di lengkapi dengan seorang pembawa payung
kebesaran. Dibagian tengah terdapat 4 orang sebagai pemikul buaya putih yang
harus mampu memainkan buaya putih dengan baik, dibawah kendali seoranag pawang
buaya yang bernama ma ijah, tarian buaya putih ini diiringi oleh 14 orang
pemain musik rudat, dengan alat yang terdiri dari : Gending paria ria,
kemplongan, dan gembrung.
Pantung Bambu
Pantung Bambu
adalah alat musik tradisional khas masyarakat cilegon yang terbuat dari bambu
berdiameter rata-rata 10cm, panjang 80cm, beruas dua dengan lubang di tengah
dan berlidah disayat dengan tiga buah senar bernada empat tangga nada. Dalam
satu grup pantun bambu dibutuhkan paling sedikit tiga pantun yang terdiri dari
pantun melodi gendang tapak, pantun bas gendang dan pantun ritme patingtung.
Pada awalnya musik pantun di mainkan disaat-saat melepas lelah setelah para
petani berkerja disawah, dengan peralatan bambu sederhana dapat menimbulkan
irama yang menghibur. Dalam perkembangannya saat alat musik "Pantun"
telah di kolaborasi dengan alat musik lainnya seperti musik patingtung, rudat,
terbang gede dan sebagainya. Pantun sekarang ini juga digunakan untuk
mengiringi lagu dan tarian.
Terbang Gede
Terbang gede
merupakan salah satu kesenian tradisional Banten yang tumbuh dan berkembang
pada waktu para penyebar agama islam menyebarkan ajarannya di Banten, oleh
karena itu kesenian terbang gede berkembang secara pesat di lingkungan
pesantren dan mesjid-mesjid. Kesenian ini disebut terbang gede karena salah
satu instrumen musik utamanya adalah terbang besar (gede). Pada awalnya
kesenian terbang gede berfungsi sebagai sarana penyebaran agama islam, namun
kemudian berkembang sebagai upacara ritual seperti : ngarak panganten, ruwatan
rumah, syukuran bayi, hajat bumi, dan juga hiburan. Terbang gede dimainkan oleh
beberapa orang biasanya laki-laki yang telah lanjut usia terdiri atas Penabuh
terbang gede (besar) , penabuh sela, penabuh pengarak, penabuh kempul, penabuh
koneng, yang diiringi dengan sholawatan nabi dengan bahasa Arab ataupun jawa.
Rampak Beduk
Rampak Beduk
merupakan sajian instrumen berupa perkusi, yang ditingkahi suara bedug berbagai
ukuran. Ada empat bedug diikat kain merah biru, yang dipukul oleh pemain yang
berdiri di tengah. Di pinggirannya, kelompok musik menimpali dengan bedug
berbagai ukuran. Sesekali suara terdengar dari mulut para pemainnya, mirip
suara musik tiup. Namun, tak ada sajian instrumen tiup. Yang terdengar, suara
harmonis antara bedug dan para vokalis tradisi saling menyahut. Seni Rampak
Bedug berawal dari kebiasaan penduduk berkeliling kampung sambil memukul bedug
kala sahur di bulan puasa. Yang kemudian dijadikan ajang untuk beradu keras
memukul bedug. Alhasil terjadilah pertemuan antar mereka, saling beradu
kekuatan bedug. Tari Rampak Beduk Banten dimainkan oleh secara masal. Sekilas,
gerakannya mirip tarian dari daerah Aceh